Suhargo

Tenaga pendidik di SDN 224 Mekarsari Kabupaten Sarolangun Provinsi Jambi. ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Maafkan Sayang

Maafkan Sayang

Oleh : Suhargo

Tantangan Hari ke-136

#TantanganGurusiana

Suara gawaiku berdering. Aku buru-buru mengambil gawai di sakuku. Seseorang memanggil. Tanpa nama. Aku ragu, diterima atau tidak. "Siapa, ya?" batinku.

"Assalamualaikum," sapa seseorang setelah panggilan kuterima. Suara seorang perempuan.

"Walaikumsalam," jawabku singkat.

"Ini dengan Mas Permana, ya?"

"Betul. Maaf ini siapa?" Aku balik bertanya.

"Saya Ika, Mas. Teman waktu di SMA dulu," jawabnya.

Ika? Teman SMA? Aku mencoba mengingatnya. "Ika Marsela, ya?"

"Ya betul, Mas. Saya Ika Marsela," jawabnya dengan senang.

Sejak kejadian itu Ika sering menghubungiku. Setiap hari ada saja yang diomonginya. Mulai dari masalah rumah tangga sampai masalah kerja. Ika adalah mantan pacarku. Kami berpacaran ketika masih bersekolah di SMA. Setelah lulus, aku kuliah di kotaku. Aku memilih menjadi guru, sedangkan Ika kuliah ke luar negeri. Semenjak itu, hubungan kami putus. Aku tidak pernah berkomunikasi dengan Ika lagi. Hubungan kami berakhir begitu saja. Tidak pernah ada kata putus atau tetap berlanjut. Tetapi dari beberapa temanku, aku mendengar bahwa Ika sudah menikah dengan seorang bule. Dari hasil pernikahannya, mereka dikaruniai seorang anak laki-laki. Sayang pernikahannya tidak berlangsung lama. Mereka memutuskan untuk bercerai. Banyak perbedaan di antara mereka. Lebih baik berpisah daripada diteruskan tetapi banyak menimbulkan luka di hati. Alasan itu yang pernah diceritakan Ika kepadaku. Sementara aku sendiri juga sudah menikah. Melia nama istriku. Melia sahabat Ika. Mereka dulu sama-sama satu sekolah. Hanya beda kelas. Aku dan Ika sekelas, sedangkan Meilia di kelas yang lain tapi masih satu jurusan.

"Bagaimana kabar Ika, Mas?" tanya Melia sambil menyelimuti Fadli yang tertidur pulas.

Aku tidak langsung menjawab. Aku membantu membetulkan selimut untuk Fadli anakku. "Alhamdulillah, baik," jawabku.

Melia merebahkan tubuhnya. Tepat di samping Fadli. "Apa pendapat Mas Permana tentang Ika?" tanya Melia sambil membuka gawainya.

"Maksud Dik Lia?" tanyaku.

"Dia kelihatannya perhatian sekali dengan Mas Permana," kata Melia.

Meskipun matanya menatap layar gawai, aku melihat ada kecemburuan. "Ah, Ika tidak lebih dari seorang teman," jawabku mantap.

"Bagaimanapun juga dia pernah ada dalam hatimu, Mas?" kata Melia.

"Itu dulu. Sekarang hati ini sudah ada yang memiliki," kataku sambil tersenyum.

Melia hanya tersenyum. Kemudian kami terdiam. Aku sibuk dengan gawaiku, Melia juga demikian.

"Tetapi Lia tidak suka cara Ika!" kata Melia serius.

"Cara yang mana? Menurutku masih biasa-biasa saja," jawabku.

"Seperti itu masih biasa-biasa saja?" tanya Melia. Kali ini dia bangkit dari rebahannya.

Memang tidak kuingkari. Belakangan ini Ika selalu menghubungiku. Tak peduli siang atau malam, Ika selalu menelponku. Padahal yang ditanyakan hanyalah hal-hal sepele. Sudah makan apa belum, lagi apa, di mana, bagaimana kabarnya dan pertanyaan-pertanyaan yang tidak perlu dibahas. Yang lebih parah, Ika tidak sungkan lagi dengan Melia. Apakah pergaulan di luar negeri yang membuatnya seperti itu atau ada maksud lain? Aku tidak tahu.

Aku sendiri juga bingung. Serba salah. Tidak kujawab telponnya katanya sombong, kujawab seperti memberikan harapan kepada Ika.

Jujur, aku termasuk suami yang paling beruntung. Melia begitu sayang dan perhatian terhadap keluarga. Aku merasa tidak ada yang kurang dalam diri Melia. Bagiku dia adalah istri idaman. Kesetiaan dan kasih sayangnya tidak pernah kuragukan.

"Mas Permana harus bisa membatasi. Tidak baik untuk kita," kata Melia.

Tiba-tiba Fadli terbangun. Anakku yang baru berumur sembilan bulan itu mencari ibunya. Buru-buru Melia menenangkan Fadli dengan penuh kasih sayang. Tidak beberapa lama Fadli kembali tertidur dengan pulas.

"Mas Permana jangan memberikan harapan kepada Ika," kata Melia untuk mempertegas omongan sebelumnya.

Sepertinya Melia benar-benar kurang senang aku terlalu akrab dengan Ika. Tapi bagaimana caranya? Aku takut Ika tersinggung.

"Mengapa diam, Mas? Apakah Mas Permana masih sayang dengan Ika?" tanya Melia.

Ditanya seperti itu aku bertambah bingung. Apakah mungkin cinta lama bersemi kembali? Aku tidak bisa menjawab pertanyaanku sendiri.

"Kalau memang Mas Permana masih mencintai Ika, biarlah Lia yang mengalah," kata Melia.

Tanpa menunggu jawaban dariku, Melia mulai mengemasi bajunya. Kulihat baju Fadli juga dimasukkan dalam tasnya.

Entah mengapa aku tidak berusaha mencegah apa yang dilakukan Lia. Aku hanya terdiam, tak bisa berbuat apa-apa. Tetapi tiba-tiba seperti ada yang menyuruhku berteriak keras ketika melihat Melia keluar dari kamar tidur sambil menggendong Fadly.

"Tunggu Dik Lia! Maafkan aku!" teriakku sambil mencoba menahan tangan Melia.

"Mas! Mas Permana, bangun!" kata Melia membangunkanku. "Mas Permana bermimpi, ya?"

Aku mengangguk. Kulihat badanku penuh dengan keringat. "Astagfirullah al-azim."

Melia sangat khawatir melihatku, "Lia ambilkan air minum ya, Mas."

Aku mengangguk. Ya Allah, ampuni kesalahan hamba-Mu ini. Engkau tegur aku lewat mimpi. Aku tidak ingin anugerah yang telah Engkau berikan ini kusia-siakan. Maafkan Melia. Maafkan sayang. Aku berjanji akan mencintaimu sepenuh hati. Aku akan melupakan Ika.

Kulihat jam dinding menunjukkan pukul 3 pagi. Aku pun mengajak Melia untuk salat malam setelah dia menyerahkan segelas air minum kepadaku.

Sarolangun, 29 Mei 2020

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantapppp pak

29 May
Balas

Terima kasih, Bu. Salam literasi

29 May

Hati-hati CLBK bisa bahayakan keutuhan keluarga. Beruntung Allah beri peringatan dalam mimpi. Alhamdulillah. Tulisannya membuat saya harus tuntaskan bacaan. Keren

29 May
Balas

Semangat, Bu. Terima kasih sudah mampir. Salam literasi

29 May

Mantap keputusannya...jangan coba-coba selingkuh

29 May
Balas

Betul, Bu. Dalam keluarga harus ada keterbukaan.

29 May

Ya allah salut sama bapak ini. Cerpennya bagus

29 May
Balas

Terima kasih, Bu.

29 May

Cerpennya keren pak..Ada amanat yg ingin disampaikan.

29 May
Balas

Terima kasih, Bu. Salam literasi

29 May

Memaknai mimpi secara bijaksana dan penuh mawas diri, .cerita apik pak,,seolah teguran..salam

29 May
Balas

Ya, Pak. Terima kasih. Salam.

29 May

Alhamdulillah, Allah segera mengingatkan lewat mimpi. Karena sebenarnya itu memang tidak baik. Seperti kata Melia di dalam mimpi Permana.

29 May
Balas

Betul, Bu. Kesetiaan itu memang penting dalam hubungan keluarga. Salam literasi

29 May



search

New Post